Kau tak sendirian
Duniaku selalu seperti ini dan tak pernah berubah.
“Dek, sarapan dulu baru kesekolahya!” Pinta mamaku yang sudah menyiapkan sarapan bagiku.
“ga, malas makan. Udah ya!” Ujarku sedikit kasar.
Aku berangkat tanpa pamit sedikitpun, sedikitpun tak kuucapkan salam itu. Aku tak peduli akan dunia ini lagi, apapun itu sekecil apapun tak akan pernah aku hiraukan. Sesampainya aku disekolah, tak ku hiraukan sekitarku, kepalaku kosong selain itu hati ini tak terasa sakit lagi lebih tepatnya hati ini sudah terlanjur MATI!, dunia ini sungguh BERISIK!!! Aku tak tahan berada disini, sungguh... ahh, tolonglah... bebaskan aku!!!!
“hey, kau kenapa? Dari tadi melamun terus?” perempuan itu menyadarkanku dari lamunan yang sangat menyiksa.
“......” ‘ugh, nih orang berisik banget!’ aku terus berjalan kekelas tanpa memperdulikan nya. Saat memasuki kelas tatapan demi tatapan datang menghampiriku, tatapan mereka sangat tajam. Jujur saja tempat yang kumasuki seperti bukan pada kelas tapi aku seperti sedang berada dalam kadang singa yang siap diterkam kapan saja, toh aku tak peduli diterkam singa sekalipun, lagian aku memang sudah matikan bukan aku yang mati tapi hati ini.
Seperti halnya aku memasuki ruang kelas, diberikan tatapan setajam apapun tak ada gunanya lagi, lagian hati ini tak merasakan apa-apa lagi, tatapan mereka tajam dan membunuhku seperti singa itu, bedanya tatapan itu serperti tatapan orang yang takut. Mereka takut padaku. Perlahan akupun menghampiri dimana posisiku berada atau bisa dibilang tempat dudukku.
“sekarang, pak akan mengenalkan murid baru. Silahkan masuk!” ujar pak guru.
“halo semuanya, perkenalkan nama saya Rita Nashi, panggil saja Rita” katanya dengan menebarkan senyumannya.
“kamu duduk di sebalah Mikha Tarnia, bangku yang masih kosong” ucap pak guru mengarah pada kursi di sebelahku yang bertahun-tahun kosong. Sebenarnya tak kosong bertahun-tahun hanya beberapa bulan saja. Lagian tidak ada yang betah duduk di sampingku.
‘hahhhh, ughh.. hari ini ketiban sial apa sih gue?’
“hoohh, kau kan yang tadi melamun itu ternyata kita sekelas!” Teriaknya membuat seisi kelas mengongo, dia langsung datang menghampiriku.
“URGHH... BERISIKKKK!! BISA DIAM GA SIH LO?” Bentakku.
Gadis yang akan duduk disebelah ku baru saja ingin menadahkan pantatnya dikursi langsung terdiam perlahan airmata itu jatuh dari pelupuk matannya. Tanpa berbicara lagi dia langsung duduk tanpa berkata apa-apa. Seisi kelas menatapku tak percaya, mereka semakin takut padaku. Yah itu tatapan yang mengerikan bagiku.seorang.
Guru tak komplain padaku, mungkin karena sudah terbiasa dengan sikapku ini. Anehnya bukan aku yang nangis, malah cewe di sebelahku ini yang masih terus-terusan nangis.
“begini saja, Rita kamu pindah dari sa-.” Kata pak guru yang tak sempat menyelesaikan ucapannya.
‘udah pindah sono aja, jangan disamping gue. Gue juga uda tau ga ada yang bakal betah duduk di samp-’
“tidak pak, saya masih mau disebelahnya. Saya ga nangis lagi kok!” dia menatapku dengan tersenyum. Hatiku sesaat terasa .nyaman.
‘kenapa tersenyum, padahal baru habis gue bentak?’
***
Ahh, kepalaku dipenuhi tanda tanya. Kenapa gadis tadi tak mau pindah, padahal kan tadi aku bentak dia? Dia ga takut? Tapi matanya bukan seperti mata orang yang sedang ketakutan, tapi mata seorang yang merasakan apa yang kurasakan? Arghhh... semakin memikirkannya semakin membuat ku pusing, apa lebih baik kutanyakan langsung? Ah.. nanti dibilang geer.
“ternyata kamu disini? Kenapa ga dikantin aja, malah makan sendirian di atap, kan ga baik makan sendiri”
“bukan urusan lo!”
“urusan aku juga, kamu kan temankku”
Mata ku melebar, mendengar apa yang Rita katakan.
“hahh?”
“udah ah, yuk makan”
“kenapa lo masih mau deketin gue? Padahal barusan gue baru aja ngebentak lo?” tanyaku penasaran.
“oh itu... tau ga hati itu bisa mati loh! Tapi juga bisa bangkit. Layaknya Yesus yang mati di kayu salib dan bangkit. Hati manusia juga kayak gitu, terutama kerohanian kita. Kalau hati ini mati pasti bisa dipulihkan kan?”
“hah! Gue bingung sama maksud lo?!”
“Kha, kamu itu dari dulu ga pernah sendirian, sejak lahir pun juga begitu. Yesus itu selalu ada disamping mu, kau saja yang tak pernah mau mengakui keberadaan Nya.”
“kha? Kamu sadar ga sih? Yesus udah ngabulin permintaan kamu, walau kamu berpikir itu kelamaan. Tapi inilah waktu yang tepat, sekarang kamu sudah ada temankan? Buktinya sekarang teman kamu ada di hadapan kamu, iya itu aku, kamu sekarang sudah mendapatkan temankan.”
“Ri...t..a..” aku memanggilnya sampai harus memeluknya, aku sangat senang, sungguh teramat senang.
“oh iya, satu hal lagi. Kamu tau ga kenapa aku masih mau duduk disebelah kamu meskipun kamu membentakku, tapi yang kamu harus tahu alasan aku menangis bukanlah karena dibentak olehmu. Tapi saat melihat tatapan mereka padamu, entah kenapa aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan dan hebatnya kamu dapat menahan itu semua, aku saja tak bisa. Hahaha... parah ya kan” Rita menjelaskan dengan jujur, sangat terlihat diwajahnya kalau dia itu tulus padaku. Dia melepaskan pelukanku dan menghapus airmata yang menetes diwajahku!
Perlahan waktu terus berjalan, aku tak tahu harus menjelaskan seperti apa perasaanku semenjak adanya Rita, tapi terlebih itu lagi aku semakin terus berharap kepada Yesus, imanku semakin kuat padaNya. Semenjak itu juga nuansa yang ku dapatkan jauh berbeda dari yang dulu. Sikapku terhadap mama jauh lebih baik, sekarangpun aku sudah dapat berinteraksi dengan teman sekelasku, dan tak ada lagi tatapan yang begitu mengerikan tertuju padaku.
Saat itu aku sadar kalau aku tak sendirian, jika saja dulu aku tak membenci diriku... ah sudahlah... semua sudah berlalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar