ini adalah penelitian yang dilakukan oleh kakak saya.
Laporan
Praktikum Uji Kandungan Glukosa, Ammonia dan Protein pada Urin
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat
1.4.1 Siswa
1.4.2 Masyarakat awam
Bab II
Landasan Teori
1.1 Urine
1.2 Glukosa
1.3 Ammonia
1.4 Protein
Bab III
Metode Penelitian
3.1 Jenis Penelitian
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat :
3.2.2 Bahan :
3.3 Prosedur
3.3.1 Uji Glukosa
3.3.2 Mengetahui kandungan ammonia dalam urine
3.3.3 Uji Protein
Bab IV
Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil
4.1.1 Uji Glukosa
4.1.2 Mengetahui kandungan ammonia dalam urine
4.1.3 Uji Protein
4.2 Pembahasan
Bab V
Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Daftar Pustaka
Bab I
Pendahuluan
1.1
Latar belakang
Sistem ekskresi
merupakan salah satu sistem yang bekerja pada tubuh manusia. Organ-organ yang
bekerja pada sistem ekskresi antara lain kulit (keringat), paru-paru (karbon
dioksida), ginjal (urine), dan hati (cairan empedu). Organ-organ ekskresi ini
sangat diperlukan oleh tubuh untuk mengeluarkan zat-zat sisa yang tidak
diperlukan oleh tubuh. Pada praktikum kali ini, peneliti akan meneliti salah
satu hasil dari sistem ekskresi yaitu urine.
Urine atau air seni
merupakan hasil ekskresi ginjal yang normal dimiliki oleh setiap manusia. Urine
yang keluar dari tubuh tentunya mengandung berbagai macam zat. Zat-zat yang
normal terkandung didalam urine antara lain air sebanyak 95 %, urea, asam ureat
dan ammonia, zat warna empedu (bilirubin dan biliverdin), garam mineral,
terutama NaCl (Natrium chlorida), zat-zat bersifat racun seperti sisa obat dan
hormone (Martha, 2014). Dengan melihat dan meneliti urine, kita juga dapat
mengetahui kondisi organ dalam kita (Ninna, 2013). Uji urine ini dapat menjadi
indikasi awal untuk mengetahui kondisi organ dalam tubuh.
Pada praktikum kali
ini, peneliti lebih memfokuskan pada kandungan ammonia, glukosa, dan protein
pada urine, agar dapat melihat kondisi organ dalam tubuh yang terkait.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah
perubahan warna pada sampel urine mengindikasikan kandungan glukosa pada urine?
2. Apakah
lama waktu pembakaran sampel urine berpengaruh pada tajamnya bau ammonia yang
tercium?
3. Apakah
perubahan warna pada sampel urine mengindikasikan kandungan protein pada urine?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas peneliti
bertujuan untuk mengetahui indikasi perubahan warna pada urine terkait dengan
kandungan glukosa dan protein dalam urine, serta pengaruh lamanya pembakaran
pada ketajaman bau ammonia pada urine.
1.4
Manfaat
1.4.1
Siswa
Siswa mendapat pengetahuan baru tentang sistem
ekskresi terutama yang tentunya penting bagi pendidikan kedepannya.
1.4.2
Masyarakat awam
Masyarakat mendapat pengetahuan tentang cara uji
urine dan mengamati sampel urine agar dapat menentukan indikasi awal kondisi
organ dalam yang kurang normal.
Bab II
Landasan Teori
1.1
Urine
Urin atau air seni atau air kencing
adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal
yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi.
Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah
yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis
cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana
komunikasi
olfaktori.
Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih,
akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra (Herlin, 2016).
Secara umum, proses
pembentukan urine melalui tiga tahapan, yaitu proses filtrasi
(penyaringan), reabsorpsi (penyerapan kembali), dan proses augmentasi
(pengeluaran zat). Proses pembentukan urine diawali dengan filtrasi
atau penyaringan darah. Penyaringan ini dilakukan oleh glomerulus pada darah
yang mengalir dari aorta melalui arteri ginjal menuju ke badan Malpighi. Hasil
dari filtrasi inilah yang disebut dengan urine primer. Setelah urine primer
tersimpan sementara dalam Simpai Bowman, mereka kemudian akan menuju saluran
pengumpul. Dalam perjalanan menuju saluran pengumpul inilah, proses
pembentukan urine melalui tahapan reabsorpsi. Zat-zat yang masih dapat
digunakan seperti glukosa, asam amino, dan garam tertentu akan diserap lagi
oleh tubulus proksimal dan lengkung Henle. Penyerapan kembali dari urine primer
akan menghasilkan zat yang disebut dengan urine sekunder (filtrat tubulus). Urine
sekunder yang dihasilkan tubulus proksimal dan lengkung Henle akan mengalir
menuju tubulus kontortus distal. Di sini, urine sekuder akan melalui pembuluh
kapiler darah untuk melepaskan zat-zat yang sudah tidak lagi berguna bagi
tubuh. Selanjutnya, terbentuklah urine yang sesungguhnya. Urine ini
akan mengalir dan berkumpul di tubulus kolektivus (saluran pengumpul) untuk
kemudian bermuara ke rongga ginjal. Urine sekunder yang dihasilkan tubulus
proksimal dan lengkung Henle akan mengalir menuju tubulus kontortus distal. Di
sini, urine sekuder akan melalui pembuluh kapiler darah untuk melepaskan
zat-zat yang sudah tidak lagi berguna bagi tubuh.
Selanjutnya, terbentuklah urine yang sesungguhnya. Urine ini akan
mengalir dan berkumpul di tubulus kolektivus (saluran pengumpul) untuk kemudian
bermuara ke rongga ginjal (Erick, 2016).
1.2
Glukosa
Setiap
tubuh manusia pasti memerlukan glukosa karena elemen ini masih termasuk jenis
monosakarida sederhana yang tak hanya dimiliki manusia tapi juga mamalia
lainnya. Glukosa sendiri merupakan kata yang asalnya dari bahasa Yunani glukus
di mana maknanya adalah manis. Dekstrosa adalah nama lain dari glukosa dan
memang rasa aslinya pun adalah manis. Tubuh membutuhkan glukosa karena glukosa
dapat dijadikan sumber intermediet metabolisme yang juga berperan sebagai
sumber energi. Karena adanya proses fotosintesis yang terjadi, maka glukosa
tercipta dan inilah yang menjadi alasan mengapa bahan bakar respirasi seluler
menggunakan glukosa. Dengan rumus H-(C=O) – (CHOH)5 kita bisa melihat struktur
glukosa di mana ada 5 gugus hidroksi dan atom karbonlah yang menyusunnya.
Glukosa adalah zat yang ada di dalam darah yang asalnya dari karbohidrat di
dalam makanan maupun minuman yang setiap hari kita konsumsi, jadi dapat
dikatakan bahwa asal glukosa adalah dari luar tubuh kita. Glikogen adalah
bentuk setelah glukosa disimpan di dalam tubuh dan glikogen ini berada di otot rangka
tubuh serta organ hati. Somastostasin, glucagon dan insulin adalah sejumlah
faktor utama yang memengaruhi jumlah glukosa pada tubuh dan hormon-hormon
tersebut adalah yang kelenjar pankreas produksi selama ini (Widjono, 2015).
Glukosa
normalnya tidak terdapat pada urine. Jika urine mengandung glukosa, berarti
ginjal, hati, dan pankreas ada yang bermasalah. Uji glukosa dapat dilakukan
dengan cara meneteskan benedict pada urine. Jika berubah warna menjadi merah
bata, maka urine positif mengandung glukosa (Ninna, 2013).
1.3
Ammonia
Amonia adalah senyawa nitrogen dan hidrogen
yang memiliki aroma tajam dengan bau yang khas. Sebuah molekul amonia terbentuk
dari ion nitrogen bermuatan negatif dan tiga ion hidrogen bermuatan positif,
dan karena itu secara kimia direpresentasikan sebagai NH3 (rumus kimia amonia).
Amonia dapat terjadi secara alami atau dapat diproduksi. Amonia alami
yang hadir dalam jumlah jejak di atmosfer berasal dari dekomposisi bahan
organik. Metode alami produksi amonia melibatkan serangkaian proses kimia yang
menggabungkan bersama-sama ion nitrogen dan hydrogen (Alim, 2013).
Uji Bau Amonia Urine atau bahasa kerennya mengukur
kepesingan pipis. caranya urine di panaskan dengan menggunakan spiritus sampai
mendidih, lalu cium baunya. Jika saat sampel telah mendidih dan bau dari sampel
masih belum tajam, berarti urine dikatakan tidak normal. Bau urine akan menajam
seiring dengan lama waktu pemanasan (Ninna, 2013).
1.4
Protein
Protein adalah senyawa organik
komplek berbobot molekul besar yang terdiri dari asam amino yang dihubungkan
satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan
penting dalam pembentukan struktur, fungsi, regulasi sel-sel makhluk hidup dan
virus. Protein juga bekerja sebagai neurotransmiter dan pembawa oksigen dalam
darah (hemoglobin). Protein juga berguna sebagai sumber energi tubuh (Fadhilah,
2014).
Uji
Kandungan Protein dilakukan dengan cara meneteskan biuret kedalam urine, jika
berubah warna menjadi ungu, maka urine positif mengandung protein. Albumin
merupakan suatu protein yang memiliki ukuran molekunya yang cukup besar. Urin
yang mengandung albumin atau protein ini menandakan adanya gangguan fisiologi
pada organ filtrasi pada ginjal, dalam kata lain penyaringan terjadi tidak
sempurna (Ganong, 2008).
Bab III
Metode Penelitian
3.1
Jenis Penelitian
Penelitian
yang dilakukan merupakan penelitian dalam lingkup praktikum sekolah. Peneliti
melakukan penelitian terhadap ada tidaknya kandungan glukosa dan protein dalam
sampel urine serta ketajaman bau urine pada saat dipanaskan sebagai indicator
kandungan ammonia.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1
Alat :
1.
6 buah tabung reaksi
2.
Rak tabung reaksi
3.
Penjepit tabung reaksi
4.
Pembakar spiritus
5.
Korek api
6.
Stop Watch
3.2.2
Bahan :
1.
Urine
2.
Larutan Biuret
3.
Larutan Benedict
3.3
Prosedur
3.3.1
Uji Glukosa
1
2 mL urine dimasukan kedalam tabung
reaksi
2
5 tetes larutan Benedict/Fehling A dan
Fehling B ditambahkan kedalam tabung reaksi
3
Tabung reaksi dijepit dengan penjepit
tabung reaksi lalu dipanaskan dengan lampu spiritus
4
Perubahan warna diamati.
3.3.2
Mengetahui kandungan ammonia dalam urine
1
2 mL urine dimasukan kedalam tabung
reaksi
2
Tabung reaksi dijepit dengan penjepit tabung
raksi lalu dipanaskan dengan lampu spiritus
3
Perubahan bau diamati
3.3.3
Uji Protein
1
2 mL urine dimasukan kedalam tabung
reaksi
2
5 tetes larutan Biuret ditambahkan
kedalam tabung reaksi dan didiamkan selama kurang lebih 5 menit
3
Perubahan warna diamati
Bab IV
Hasil dan Pembahasan
4.1
Hasil
4.1.1
Uji Glukosa
Tabel : Uji Glukosa pada Urine Sampel 1
Waktu
|
Bau
|
Warna
|
00.00
|
Sedikit Pesing
|
Hijau Kebiruan
|
00.30
|
Pesing
|
Kuning Keruh
|
01.00
|
Sangat Pesing
|
Kuning Keruh Pekat
|
Tabel : Uji Glukosa pada Urine Sampel 2
Waktu
|
Bau
|
Warna
|
00.00
|
Pesing
|
Hijau Kebiruan
|
00.30
|
Pesing
|
Kuning Keruh
|
01.00
|
Sangat Pesing
|
Kuning Keruh Pekat
|
4.1.2
Mengetahui kandungan ammonia dalam urine
Tabel : Uji Ammonia pada Urine Sampel 1
Waktu
|
Bau
|
Warna
|
00.00
|
Sedikit Pesing
|
Kuning Muda
|
01.00
|
Sangat Pesing
|
Kuning Muda
|
02.00
|
Super Pesing
|
Kuning Muda
|
Tabel : Uji Ammonia pada Urine Sampel 2
Waktu
|
Bau
|
Warna
|
00.00
|
Pesing
|
Kuning Tua
|
01.00
|
Sangat Pesing
|
Kuning Tua
|
02.00
|
Super Pesing
|
Kuning Tua
|
4.1.3
Uji Protein
Tabel : Uji Protein
pada Urine Sampel 1
Waktu
|
Bau
|
Warna
|
00.00
|
Sedikit Pesing
|
Kuning Muda
|
02.00
|
Sedikit Pesing
|
Kuning Muda (terdapat endapan
berwarna biru dibagian atas)
|
05.00
|
Sedikit Pesing
|
Kuning Muda (terdapat endapan
berwarna hijau kebiruan diabagian atas)
|
Tabel : Uji Protein
pada Urine Sampel 2
Waktu
|
Bau
|
Warna
|
00.00
|
Pesing
|
Kuning Muda
|
02.00
|
Pesing
|
Kuning Muda (terdapat endapan
berwarna biru dibagian atas)
|
05.00
|
Pesing
|
Kuning Muda (terdapat endapan
berwarna hijau kebiruan diabagian atas)
|
4.2
Pembahasan
Sampel
1
Pada uji glukosa sampel 1,
setelah dipanaskan selama satu menit, warna urine berubah menjadi kuning pekat.
Menurut teori pada Bab 2, urine dikatakan positif mengandung glukosa apabila warna
urine berubah menjadi merah bata (Ninna, 2013). Berdasakan teori tersebut,
perubahan warna yang terjadi pada sampel 1 menyatakan bahwa sampel 1 negatif
mengandung glukosa. Hal ini juga menyatakan bahwa sampel 1 normal dan organ ginjal, hati, serta pancreas pada
subject 1 bekerja dengan baik.
Pada
pemanasan urine sampel 1, setelah dipanaskan dan diamati secara bertahap, bau
pesing pada pada urine menajam seiring dengan lama waktu pemanasan. Berdasarkan
indikasi ini peneliti menyimpulkan bahwa urine sampel 1 normal (Ninna, 2013).
Pada uji protein sampel
1, setelah diamati selama 5 menit, warna urine tetap dan terdapat endapan
berwarna hijau kebiruan dibagian atas sampel. Menurut teori pada Bab 2, urine
dikatakan posiitif mengandung protein apabila warna urine berubah menjadi ungu (Ninna,
2013). Berdasarkan teori tersebut, warna dari sampel 1 yang tidak berubah
setelah diamati selama 5 menit menandakan bahwa urine sampel 1 negatif
mengandung protein. Hal ini juga menyatakan bahwa sampel 1 normal dan
penyaringan yang terjadi pada organ ginjal subject 1 berlangsung dengan baik.
Sampel
2
Pada
uji glukosa sampel 2, setelah dipanaskan selama satu menit, warna urine berubah
menjadi kuning pekat. Menurut teori pada Bab 2, urine dikatakan positif
mengandung glukosa apabila warna urine berubah menjadi merah bata (Ninna, 2013).
Berdasakan teori tersebut, perubahan warna yang terjadi pada sampel 2
menyatakan bahwa sampel 2 negatif mengandung glukosa. Hal ini juga menyatakan
bahwa sampel 2 normal dan organ ginjal,
hati, serta pancreas pada subject 2 bekerja dengan baik.
Pada
pemanasan urine sampel 2, setelah dipanaskan dan diamati secara bertahap, bau
pesing pada pada urine menajam seiring dengan lama waktu pemanasan. Berdasarkan
indikasi ini peneliti menyimpulkan bahwa urine sampel 2 normal (Ninna, 2013).
Pada uji protein sampel
2, setelah diamati selama 5 menit, warna urine tetap dan terdapat endapan
berwarna hijau kebiruan dibagian atas sampel. Menurut teori pada Bab 2, urine
dikatakan posiitif mengandung protein apabila warna urine berubah menjadi ungu (Ninna,
2013). Berdasarkan teori tersebut, warna dari sampel 2 yang tidak berubah
setelah diamati selama 5 menit menandakan bahwa urine sampel 2 negatif
mengandung protein. Hal ini juga menyatakan bahwa sampel 2 normal dan
penyaringan yang terjadi pada organ ginjal subject 2 berlangsung dengan baik.
Bab V
Kesimpulan dan Saran
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum dan pengamatan yang telah
dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa perubahan warna yang terjadi pada urine
pada masa penelitian dapat mengindikasikan kandungan glukosa dan protein pada
urine, dan juga peningkatan ketajaman bau pada saat urine dipanaskan merupakan
hal yang normal serta menjadi indikasi kandungan ammonia didalam urine.
Penelitian ini sekaligus juga dapat menjadi cara sederhana untuk mengetahui
kondisi organ dalam seseorang melalui pengamatan terhadap urine.
5.2
Saran
Dari kesimpulan diatas, peneliti menyarankan agar
pembaca dapat selalu menjaga kesehatan tubuh pembaca. Penelitian diatas
merupakan penilitian sederhana namun dapat menjadi indikasi pertama anda untuk
mengetahui kesehatan organ dalam anda. Jika anda melakukan penelitian diatas
dan menemukan bahwa hasil penelitian pada sampel anda tidak normal, segeralah
periksakan tubuh anda agar dapat ditangani lebih lanjut.
Daftar Pustaka
Alim,
2013, Apa itu Ammonia, http://www.biologi-sel.com/2013/05/apa-itu-amonia.html,
diakses pada tanggal 17 April 2017.
Annisarosi,
2010, Penentuan Kadar NH3 Dalam Urine Menurut Cara Nessler, http://annisarosi08.student.ipb.ac.id/2010/11/23/penentuan-kadar-nh3-dalam-urin-menurut-cara-nessler/,
diakses pada tanggal 17 April 2017.
Erick,
2016, Proses Pembentukan Urine, http://www.ebiologi.com/2016/01/proses-pembentukan-urine.html,
diakses pada tanggal 17 April 2017.
Fadhilah,
2014, Definisi Fungsi dan Sumber Protein,
http://www.idmedis.com/2014/11/protein-definisi-fungsi-sumber-dan.html,
diakses pada tanggal 17 April 2017.
Ganong,
2008, Analisis Urine, http://propiorcist.blogspot.co.id/2014/06/analisis-urin.html,
diakses pada tanggal 17 April 2017
Herlin,
2016, Pengertian Urine, https://id.scribd.com/doc/65150576/Pengertian-Urine,
diakses pada tanggal 17 april 2017.
Martha,
2014, Uji Glukosa dan Protein Dalam Urine, http://play-fume.blogspot.co.id/2014/08/uji-glukosa-dan-protein-dalam-urine.html/, diakses pada tanggal 17 April 2017.
Ninna,
2013, Prakktikum Biology Uji Urine, https://nugrainna.wordpress.com/2013/02/24/praktikum-biologi-uji-urine/,
diakses pada tanggal 17 April 2017.
Widjono,
2015, Glukosa, http://halosehat.com/gizi-nutrisi/panduan-gizi/glukosa,
diakses pada tanggal 17 April 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar